Label:
AC Neilson,
bumbu,
kegelisahan,
masak,
memasak,
pasar,
pasar modern,
pasar tradisional,
pedagang,
pedagang kecil,
pedagang tradisional,
perjuangan,
PIKIRAN-ku,
sayur,
senyum,
supermarket
Salah satu hobby yang telah lama saya tekuni adalah memasak. Agak aneh memang tapi saat ini wajar kalau laki-laki juga punya hobby memasak, tapi jelas ditemani teman dekat saya tentunya. Satu hal yang saya senangi dari hobby ini adalah saat mempersiapkan bahan-bahannya. Dari mulai membeli sayuran, bumbu dan segala keperluannya, sampai memotong sayur dan menghaluskan bumbu.
Setiap kali membeli bahan-bahan untuk memasak terutama sayuran, saya lebih memilih di warung-warung kecil kalau perlu ke pasar tradisional. Sering teman dekat-ku bertanya "Kok ngak belanja di supermarket aja? kan lebih sayurannya lebih segar dan bagus, sejuk lagi" (iya sejuk, kan semua supermarket ber AC- pikirku). Dan jawabanku akan selalu sama "Aku lebih senang melihat senyuman penjual sayuran". Karena sering aku menjawab dengan kalimat yang sama, ketika dia bertanya lagi dan belum sempat aku jawab dia sudah menimpali, "Iya-iya aku sudah tahu jawabannya" (mulai berbakat menjadi cenayang).
Mungkin jawabanku sederhana tetapi saya memiliki alasan untuk demikian (mulai serius). Begini, bayangkan saja ada 13.450 pasar di Indonesia yang menghidupi 12.625.000 pedagang dan bila ditambahkan pedagang tradisional lain mencapai 17,1 juta pedagang. Jika setiap pedagang menanggung 3 orang anggota keluarga dan 3 orang pekerja ada 102,6 juta jiwa yang menggantungkan hidup dari hal tersebut.
Namun, apa yang terjadi akibat menjamurnya pasar modern? Dari beberapa data penelitian AC Nielson menunjukkan pasar retail modern meningkat dari 31,4% per tahun sedangkan pasar retail tradisional menurun 8,1%. Jika dibiarkan terus tentunya kita tahu apa yang akan terjadi. Dan dikemanakan 102,6 juta jiwa tersebut?
Bagi saya senyum kebahagiaan dari 102,6 juta jiwa ini lebih indah dibandingkan segarnya sayuran dan sejuknya AC di supermarket. Saya bukan anti supermarket, tetapi saya lebih senang melihat siMbok, pakDe, buDe, pakLek, buLek dan tetangga-tetanggaku tersenyum.
Referensi bacaan :
Ananta H. Pramono, Awan Santosa dan Phutut Indroyono, 2011, Menahan Serbuan Pasar Modern : Strategi Perlindungan dan Pengembangan Pasar Tradisional, LOS-DIY.
http://www.mudrajad.com/upload/pasr%20modern%20tradisional-KADIN-107-2998-18072008.pdf
http://www.smecda.com/kajian/files/jurnal/Hal_85.pdf
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2010/09/22/pasar-tradisional-vs-pasar-modern-perjuangan-vs-mimpi/
http://www.mediaindonesia.com/mediaperempuan/read/2009/07/30/1937/9/Pasar-Tradisional-Vs-Pasar-Modern
2 komentar:
keahlianku masak nasi, masak nasi putih apa nasi kuning gurih, bikin lauknya angkat tangan
hahaha....
kalo gak salah itu masih lumayan.
daripada hanya bisa masak air putih saja,
masih pake gosong lagi, tambah gawat hehe ...
#kalo masak sekarang mudah, tinggal nanya mBah google semua beres.
Leave a Reply